Skip to main content

Selain Punya Delapan Dosa, Ahok Pun Terancam Lengser atau Dipidana, Pilih Mana?


DPRD DKI sepakat untuk menggunakan hak angket guna menyelidiki kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait APBD 2015. Dewan menyimpulkan ada delapan aturan yang ditabrak oleh Gubernur DKI Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama.

Delapan dosa tersebut dianggap melanggar lima aturan perundangan-undangan yaitu Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2014, UU No.17 Tahun 2004, dan UU No.17 Tahun 2003. Berikut 8 tuduhan pelanggaran yang dilakukan Ahok seperti di kutip dari laman bisnis.com.

1. Melakuan proses penyusunan RAPBD 2015 tidak berdasarkan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat kelurahan sampai provinsi

2. RAPBD 2015 tidak berdasarkan data yang ada di Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA), melainkan dari hasil Tim ahli (tim 20) yang tidak berkompeten menurut aturan yang berlaku

3. RAPBD 2015 hasil dari Tim 20 tersebut tidak boleh dibahas oleh DPRD DKI

4. Melakukan pelanggaran dengan meniadakan fungsi anggaran DPRD DKI

5. Melarang usul Badan Anggaran DPRD DKI

6. RAPBD 2015 masih bersifat program dan oleh Gubernur DKI tidak diperbolehkan secata rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja

7. Gubernur DKI sering menyampaikan hal-hal yang secara etika sebagai Kepala Daerah tidak dapat dibenarkan.

8. Kebijakan Eksekutif tentang pembatasan kendaraan bermotor roda dua di beberapa wilayah.

Hak Angket Disetujui, Ahok Terancam Lengser atau Dipidana

Tak sampai di 8 dosa saja, Ahok pun terancam dipidanakan dan juga diberhentikan dari jabatannya sebagaimana berhasil di kutip dari laman Viva berikut ini.

Pemidanaan dan pelengseran Ahok bisa terjadi jika dalam Rapat Paripurna pengajuan hak angket yang akan digelar siang ini, seluruh anggota dan fraksi di DPRD DKI memilih opsi untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan Ahok.

"Berdasarkan tata tertib pasal 19, maka panitia angket yang berjumlah 33 orang bekerja melakukan penyelidikan. Hasil penyelidikan dalam tata tertib disebutkan dua. Kalau ada unsur pidana dilaporkan atau pemberhentian," kata Wakil Ketua DPRD, Muhammad Taufik, Kamis, 26 Februari 2015.

Menurut Taufik, hingga saat ini sudah ada 97 dari 106 orang anggota dewan yang meneken persetujuan hak angket. Dia mengklaim suara sudah bulat mencapai 100%. Dalam paripurna nanti, masing-masing fraksi akan menyampaikan pandangan, kemudian dilanjutkan dengan usulan dari fraksi dalam anggota panitia hak angket yang terbentuk oleh 33 orang.

Berdasarkan tata tertib, panitia hak angket berhak melakukan penyelidikan terkait kebijakan eksekutif yang diduga melanggar sejumlah peraturan. Keputusan akhir dalam penyelidikan bisa berujung pada pelaporan kepada aparat hukum jika ditemukan adanya unsur pidana. [sal]

Popular posts from this blog

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi

Dibalik Pemberhentian Jenderal Sutarman oleh Jokowi, Isu Jilbab Polwankah?

Publik banyak bertanya, mengapa dan alasan apa jenderal sutarman diberhentikan oleh jokowi sebelum masa pensiun nya pada bulan oktober 2015 sebuah tradisi yang lazim di tubuh kepolisian adalah pergantian jabatan kapolri berdasarkan masa akhir pengabdian sang pejabat kapolri yang mendekati masa pensiun semua, kecuali tentu diluar kisah tentang kapolri bimantoro yang diberhentikan presiden gus dur, tetapi akhirnya dipulihkan posisi nya oleh presiden megawati | #sejarah hampir semua berhenti dengan embel embel sudah memasuki masa pensiun alias habis masanya teringat kebiasaan dulu | penggantian kapolri oleh presiden | didahului oleh permintaan presiden kepada wanjati atau dewan jabatan tinggi polri untuk mengajukan nama terbaiknya sesuai masa angkatan yang ada (kaderisasi) saya tertarik pada surat yang dikirimkan oleh jokowi kepada DPR dengan hanya menuliskan memberhentikan dengan hormat jenderal sutarman dari jabatannya sebagai kepala kepolisian RI dulu, standa