Keputusan Presiden Joko Widodo dalam menangani konflik Polri-KPK tidak akan menyelesaikan masalah.
Meski Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri dan menonaktifkan dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, tapi ke depan masalah akan terus timbul di antara kedua lembaga penegak hukum tersebut.
"Ini kan Polisi dengan KPK dulu sudah pernah tahun 2009 (konflik). Sekarang terjadi lagi. Itu memang tidak akan selesai. Disitu ada benih konflik perpecahan, konflik ada terus," jelas pengamat politik senior Arbi Sanit dalam diskusi ILC "KPK-Polri: Tepatkah Putusan Jokowi?" di TVOne tadi malam.
Menurutnya, gesekan tak hanya terjadi di dua lembaga itu, tapi juga melanda partai politik atau parlemen dengan Presiden.
Persoalannya kenapa?
"Karena krisis lembaga. Lembaga terlalu banyak dan setiap lembaga tidak berfungsi efektif. Campur aduk. Jadi krisis pelembagaan itu yang kita alami. Saya kira Huntington (ilmuan AS) bicara itu sudah lama," jawabnya.
Di samping lembaga terlalu banyak, tumpang tindih, saling berebut kekuasaan, celakanya pemimpin tertinggi negeri ini mengalami defisit kekuasaan. "Kekuasaannya nggak cukup, di bawah standar. Kuranglah. Nggak mencukupi jadi pemimpin. Itu yang jadi persoalan," imbuhnya.
Dia menilai, Presiden Jokowi terlalu minim pengalaman untuk memimpin negara sebesar dan serumit Indonesia. "Tetapi masalahnya dia orang yang bernasib baik, tidak ada lagi orang lain. Jadi ini Presiden kebetulan," tegasnya. [rmol]
Meski Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri dan menonaktifkan dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, tapi ke depan masalah akan terus timbul di antara kedua lembaga penegak hukum tersebut.
"Ini kan Polisi dengan KPK dulu sudah pernah tahun 2009 (konflik). Sekarang terjadi lagi. Itu memang tidak akan selesai. Disitu ada benih konflik perpecahan, konflik ada terus," jelas pengamat politik senior Arbi Sanit dalam diskusi ILC "KPK-Polri: Tepatkah Putusan Jokowi?" di TVOne tadi malam.
Menurutnya, gesekan tak hanya terjadi di dua lembaga itu, tapi juga melanda partai politik atau parlemen dengan Presiden.
Persoalannya kenapa?
"Karena krisis lembaga. Lembaga terlalu banyak dan setiap lembaga tidak berfungsi efektif. Campur aduk. Jadi krisis pelembagaan itu yang kita alami. Saya kira Huntington (ilmuan AS) bicara itu sudah lama," jawabnya.
Di samping lembaga terlalu banyak, tumpang tindih, saling berebut kekuasaan, celakanya pemimpin tertinggi negeri ini mengalami defisit kekuasaan. "Kekuasaannya nggak cukup, di bawah standar. Kuranglah. Nggak mencukupi jadi pemimpin. Itu yang jadi persoalan," imbuhnya.
Dia menilai, Presiden Jokowi terlalu minim pengalaman untuk memimpin negara sebesar dan serumit Indonesia. "Tetapi masalahnya dia orang yang bernasib baik, tidak ada lagi orang lain. Jadi ini Presiden kebetulan," tegasnya. [rmol]