Puluhan nelayan dari berbagai daerah di Jatim menggelar aksi protes menolak kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tentang larangan menangkap ikan dan pemakaian alat tangkap ikan.
Mereka bahkan meminta Presiden Jokowi memecat Menteri Susi karena dinilai sudah tidak pro kepentingan nelayan. Peraturan yang dikeluarkan menteri Susi dinilai sangat memberatkan nelayan, dan membatasi hak-hak nelayan sebagai warga negara.
"Ini sudah menyangkut soal hak hidup warga negara, kalau nelayan tak bisa makan maka kami pun siap melawan sampai titik darah penghabisan," ujar Agus, perwakilan nelayan asal Lamongan, saat berorasi di depan gedung DPRD Jatim di Surabaya, Rabu (25/2/2015).
Dalam peraturan No 1 tahun 2015, Menteri Susi melarang penangkapan lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla) dan Rajungan (Portunus Pelagicus) dalam kondisi bertelur, serta Kepmen KP No.2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets).
Agus menegaskan, para nelayan yang mencari ikan di laut itu bukan pencuri, tetapi gara-gara peraturan yang dibuat Menteri Susi, nelayan dianggap pencuri sehingga harus berhadapan dengan aparat hukum.
"Teman kami sudah ada yang ditangkap aparat dan juga tak bisa menjual lobster dan kepiting hasil tangkapan," tegasnya.
Senada dengan hal itu, perwakilan nelayan asal Malang, Fuad, juga prihatin atas kebijakan menteri Susi soal larangan menggunakan alat tangkap tertentu.
"Alat pukat tarik yang sudah turun temurun digunakan nenek moyang nelayan, jika dilarang, akan ada jutaan nelayan di Jatim yang kehilangan pekerjaan," ujarnya.
Fuad mengatakan, peraturan yang dikeluarkan menteri Susi sangat kontroversi karena dibuat tanpa melibatkan pihak terkait dan tanpa melalui kajian ilmiah. Hampir sejam berorasi di depan gedung DPRD Jatim, perwakilan nelayan pun diterima anggota DPRD Jatim untuk diterima aspirasinya. (Kontributor Surabaya, Achmad Faizal/Tribunnews)
Mereka bahkan meminta Presiden Jokowi memecat Menteri Susi karena dinilai sudah tidak pro kepentingan nelayan. Peraturan yang dikeluarkan menteri Susi dinilai sangat memberatkan nelayan, dan membatasi hak-hak nelayan sebagai warga negara.
"Ini sudah menyangkut soal hak hidup warga negara, kalau nelayan tak bisa makan maka kami pun siap melawan sampai titik darah penghabisan," ujar Agus, perwakilan nelayan asal Lamongan, saat berorasi di depan gedung DPRD Jatim di Surabaya, Rabu (25/2/2015).
Dalam peraturan No 1 tahun 2015, Menteri Susi melarang penangkapan lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla) dan Rajungan (Portunus Pelagicus) dalam kondisi bertelur, serta Kepmen KP No.2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets).
Agus menegaskan, para nelayan yang mencari ikan di laut itu bukan pencuri, tetapi gara-gara peraturan yang dibuat Menteri Susi, nelayan dianggap pencuri sehingga harus berhadapan dengan aparat hukum.
"Teman kami sudah ada yang ditangkap aparat dan juga tak bisa menjual lobster dan kepiting hasil tangkapan," tegasnya.
Senada dengan hal itu, perwakilan nelayan asal Malang, Fuad, juga prihatin atas kebijakan menteri Susi soal larangan menggunakan alat tangkap tertentu.
"Alat pukat tarik yang sudah turun temurun digunakan nenek moyang nelayan, jika dilarang, akan ada jutaan nelayan di Jatim yang kehilangan pekerjaan," ujarnya.
Fuad mengatakan, peraturan yang dikeluarkan menteri Susi sangat kontroversi karena dibuat tanpa melibatkan pihak terkait dan tanpa melalui kajian ilmiah. Hampir sejam berorasi di depan gedung DPRD Jatim, perwakilan nelayan pun diterima anggota DPRD Jatim untuk diterima aspirasinya. (Kontributor Surabaya, Achmad Faizal/Tribunnews)