Walau Kongres Partai Demokrat untuk memilih sosok ketua umum yang "baru" akan digelar Mei mendatang namun kesan bukan orang "baru" yang akan menakhodai partai berlambang mercy terbaca sudah. Kaukus Penyelamat Partai Demokrat yang digagas untuk melawan arogansi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat berusaha agar nominasi calon ketua umum di kongres nanti tidak mengerucut kepada sosok tunggal, Susilo Bambang Yuhoyono (SBY).
Pengamat komunikasi poilitik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi mengakui di tubuh Demokrat pasca SBY menuntaskan sepuluh tahun pemerintahannya kini dilanda kegamangan. Ada pihak yang menilai tuah "kesaktian" SBY sudah jauh berkurang apalagi jika nanti berlaga di 2019, namun pihak yang lain tetap memuja SBY sebagai satu-satunya roh partai.
"SBY dengan segala kelebihan dan kekurangannya, memang baiknya menjadi guru bangsa. Kelas SBY bukan lagi ketua umum, tetapi membuka jalan regenerasi di partainya. Pemikiran SBY bukan lagi di level partai, tetapi sudah mengarah ke pemimpinan level dunia," kata Ari kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Kamis, 30/4)
"Sangat tidak elok jika SBY tetap ingin menjadi ketua umum Demokrat. Kayak di Demokrat kekurangan stok pemimpin yang berkualitas aja," sambung dosen mata kuliah Humas Politik di Program Sarjana UI ini
Menurut Ari Junaedi yang juga pengajar di Program Pascasarjana UI dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, jika SBY menerapkan kebijakan tangan besi di partainya maka potensi kekecewaan di tingkat kader akan semakin meluas.
"Jangan sampai kader apalagi masyarakat umum melihat Demokrat tidak ubahnya klub keluarga Cikeas. SBY baiknya kita dorong untuk memberikan kontribusinya pada level internasional. Masak sudah pernah memimpin negara besar seperti Indonesia selama satu dasawarsa masih juga kurang. Apa yang kau cari Pak SBY ?" tukas Ari Junaedi yang juga mengajar di Program S2 Universitas Bunda Mulia dan Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta serta Universitas Dr Soetomo Surabaya ini. [ysa/rmol]