Revolusi mental yang di gaungkan Jokowi sampai hari ini memang belum jelas kemana arahnya. Publik seperti dibingungkan. Maka wajar jika ada yang menilai harusnya Jokowi-lah sebagai orang yang terlebih dahulu di revolusi mentalnya. Kenapa harus Jokowi? Ada banyak faktor. Hingga kini Jokowi masih mau diremehkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati dengan label "petugas partai".
Selain itu, banyaknya aksi Jokowi yang di nilai memalukan dan memilukan. Ingat ketika Jokowi tanda tangan Perpres tapi tidak membacanya. Lain lagi dengan Jokowi yang lebih memilih datang di Kongres PDIP IV daripada hadiri HUT TNI AU ke 9 beberapa yang lalu.
Hal itu belum lagi di tambah dengan semakin tak terhitunganya jumlah bohongnya Jokowi. Janji di kampanye Pilpres 2014 tak menaikkan harga BBM, faktanya Jokowi menaikkan sampai mencabut subsidi BBM.
Aksi kriminalitas semakin meningkat, bukan saja di lakukan begal motor, tapi kriminalitas kepada lembaga KPK. Tak cukup itu saja, suasana politik gaduh yang di mainkan aktor Menkumham Yasonna Laoly.
Efeknya kekecewaan pun berdatangan dari mereka yang dulunya adalah pendukung Jokowi, tak terbendung jumlahnya.
Singkatnya, "Revolusi Mental" ala Jokowi tidak memberikan dampak apa-apa bagi perbaikan Indonesia, lantaran Jokowi sebagai pelopornya tidak menjadi "ustawun hasanah" terlebih dahulu.
Dan buat semakin aneh adalah, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dalam sebuah kesempatan malah mengkait-kaitkan "Revolusi Mental" dengan Jamu.
Hal yang membuat heboh kini adalah, sebuah istilah baru di suarakan oleh Menteri Sosial terkait remaja terjerat praktek prostitusi.
Dilansir Rol yang merilis judul berita, "Remaja Terjerat Prosititusi, Mensos Galakkan Revolusi Karakter" pada tanggal 19 April 2015. Berikut berita singkatnya:
Kementerian Sosial (Kemensos) RI juga akan melakukan revolusi karakter dan restorasi sosial tak hanya untuk masyarakat miskin, namun juga kepada para remaja. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menuturkan, para pekerja prostitusi belum tentu melakukan pekerjaannya karena kemiskinan.
Namun bagi para remaja, menjadi pekerja prostitusi bisa saja karena tuntutan lifestyle. "Jadi kalau sudah terkait lifestyle, maka ada persoalan karakter yang dibangun," kata dia dalam Konferensi Nasional Kesejahteraan Sosial VIII di Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Ahad (19/4).
Kemensos, lanjut dia, telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI membentuk Satgas pornografi. Kemensos, juga akan meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI untuk memberikan pelatihan pendidikan karakter kepada guru-guru.
"Pelatihan guru tidak hanya terkait metode belajar mengajar, kurikulum, tetapi juga penguatan pendidikan karakter (untuk diajarkan pada murid)," ujar Khofifah, demikian Rol.
Nah, yang jadi pertanyaan adalah, mengapa Mensos tidak suarakan "Revolusi Mental" padahal Jokowi dalam beberapa kesempatan menyatakan Revolusi Mental adalah sebuah proses menuju "Akhlakul Karimah". Apa mungkin Mensos lupa atau tidak yakin dengan konsep Revolusi Mental ala Jokowi? Lalu, kenapa harus ada lagi Revolusi Karakter?
Atas penyataan Revolusi Karakter oleh Mensos Khofifah membuat netizen kaget dan bertanya, "Apalagi nih? :)))," tulis akun @panca66 dilaman twitter sekaligus me-retweet berita terkait. [sal]