Skip to main content

Beda Dengan Ahok, Ini Solusi Atasi Prostitusi Menurut Aktivis Muslimah Ini


Belakangan ini terbongkar fakta prostitusi online yang menawarkan layanan seksual melalui sarana media sosial. Terkait dengan persoalan ini, ada pandangan bahwa lokalisasi prostitusi menjadi solusi agar tidak menimbulkan kerugian bagi perempuan dan menghindari makin menyebarnya HIV/AIDS.

Terkait dengan pandangan tersebut, Jurubicara muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Iffah Ainur Rochmah, menegaskan bahwa lokalisasi bukanlah solusi mengatasi prostitusi. Pandangan untuk mengadakan lokalisasi hanya menunjukkan cara berfikir pragmatis, kompromis dan sekular.

"Prostitusi adalah perilaku terlarang menurut pandangan agama dan norma manapun. Dan setiap yang bertentangan dengan agama hanya akan melahirkan bahaya dan kerusakan," kata Iffah kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Rabu, 28/4).

Karena itu, ungkap Iffah, lokalisasi membuka peluang terjadinya prostitusi dan hanya mengurangi risiko kriminalitas dan penyakit semacam HIV/AIDS atau bahkan menganggapnya sebagai bagian dari perwujudan Hak Asasi (HAM) hanya akan memarakkan kemaksiatan dan melahirkan berbagai persoalan baru.

"Gaya hidup liberal yakni lepas dari tuntunan agama semakin mewarnai kehidupan masyarakat. Rendahnya ketakwaan dan tuntutan gaya hidup konsumtif lagi mewah adalah pendorong langsung maraknya prostitusi online. Meski faktor kemiskinan juga seringkali menjadi alasan," tegas Iffah.

Menurut Iffah, Islam menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi yakni. Pertama, penegakan hukum dan sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi, termasuk mucikari, germo serta pemakai jasa PSK. Kedua, penyediaan lapangan kerja sebagai jawaban atas faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi, dan dalam hal ini negara harus memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki sebab perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya.

Jalur ketiga, lanjut Iffah, melalui pendidikan bermutu dan bebas biaya, serta pendidikan yang harus memberikan bekal ketakwaan selain kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal. Keempat, secara sosial melalui pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis, danini merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah.

"Kelima politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat UU yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Tidak boleh dibiarkan bisnis berjalan berdasar hukum permintaan dan penawaran belaka tanpa pijakan benar dan salah sesuai syariat," tegas Iffah. [ysa/rmol]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi