Skip to main content

Akibat Melempemnya Hukum Di Era Jokowi, Mafia BLBI Kembali Beraksi



Aktivis Pusat Advokasi dan Studi (PAS) Indonesia, M Taufik Riyadi mengatakan, beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sudah cukup untuk dinaikkan prosesnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Artinya, KPK telah memiliki minimal dua alat bukti untuk meningkatkan kasus menjadi penyidikan.

"Kejahatan ekonomi BLBI sudah terang benderang. Tapi kita melihat tidak terjadi keseriusan," kata Taufik dalam dalam diskusi bertema Kerusakan Sistemik Akibat Kejahatan Ekonomi BLBI di Jakarta, Kamis (23/4).

Menurutnya, ada tiga indikator jika pemerintah mau dianggap serius menangani kasus BLBI. Pertama, berapa jumlah koruptor yang sudah diadili. Kedua, sudahkah para koruptor diberikan hukuman setimpal dengan korupsi BLBI. Ketiga, sampai sejauh mana obligor BLBI menyelesaikan kewajibannya.

"Belum cukup kita katakan pemerintah serius menangani BLBI. Karena berbagai kebijakan membuat para obligor BLBI menikmati apa yang mereka rampok," imbuhnya.

Menurutnya, pengusaha yang sudah menerima dana tersebut saat ini sudah bangkit dan menguasai kembali aset-aset lama mereka. Seakan-akan kasus BLBI tidak ada penyelesaian.

Karena itu, pemerintah diminta melakukan langkah-langkah preventif. Seperti yang dilakukan di beberapa negara yang disebut black list. Di Amerika Serikat menjadi hal biasa para pengusaha nakal yang berbuat curang dan korupsi diberikan sanksi tegas. Selama 30 tahun mereka tidak dibolehkan melakukan investasi di AS karena akan ada potensi melakukan tindakan berikutnya.

"Contoh negara tersebut, kenapa di Indonesia tidak dilakukan. Karena masalah daftar hitam ini BI sudah mengeluarkan aturannya. Misal kita tunggakkan kartu kredit, BI sudah akan memblacklist tidak akan mendapat pinjaman lagi dari bank. Tapi kenapa kasus BLBI ini pemerintah tidak lakukan itu," terangnya.

Menurutnya, pemerintah perlu segera mengantisipasi dari sisi penegakan hukum. Kasus BLBI diminta segera diusut secara tuntas. Karena akan menjadi momen baik untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan keadilan masyarakat. Jika tidak dilakukan penuntasan maka pengusaha-pengusaha nakal akan kembali.

BLBI merupakan skema pinjaman yang dikucurkan oleh Bank Indonesia bagi bank-bank bermasalah dengan likuiditas keuangan saat krisis moneter menerjang Indonesia sepanjang 1997 dan 1998. Skema pengucuran tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian antara Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Pada Desember 1998, bank sentral menyalurkan Bantuan Likuiditas sekitar Rp 144,5 triliun kepada 48 bank. [sal/Rol]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi