Tampaknya publik semakin hati-hati dalam menilai pernyataan para politisi. Khususnya politisi dari PDI Perjuangan yang dalam hal ini adalah Rieke Diah Pitaloka.
Dilansir Rmol (30/4), bahwa sikap politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka yang meminta maaf kepada elemen buruh telah mengajak memilih Presiden Joko Widodo alias Jokowi saat masa kampanye baru-baru ini terus menuai kritik keras.
Pentolah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 92), Sunarti mengatakan, permohonan maaf Rieke adalah sebuah lip service atau sebuah ekspresi dari perjanjian yang tidak didukung oleh keyakinan nyata.
"Itu sekedar lip service bahwa dia merasa berdosa, orang tidak akan percaya," terang Sunarti saat ditemui seusai diskusi di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/4)
Sunarti menjelaskan perlakuan Rieke tidak hanya sebatas mengarahkan buruh dalam pemilihan presiden untuk memilih salah satu calon kandidat, namun dalam proses membuat undang-undang Badan penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), anggota komisi IX DPR RI itu tidak berpihak kepada buruh
"Bukan hanya mengarahkan Pilpres, tapi undang-undang BPJS, apa jadinya. Itu bukan jaminan sosial, tapi asuransi murni. Itu sudah salah, ditambah Pilpres tarik-tarik buruh," Kecam Sunarti
Lanjut Sunarti, permohonan maaf Rieke selamanya tidak akan menghapus dosa yang telah diperbuatnya. Sunarti mengharapkan Rieke bisa menunjukkan janji politiknya kepada buruh
"Tunjukkan apa yang dia sudah janjikkan. Bukan hanya minta maaf, memang kalau sudah minta maaf, sudah hapus dosa. Enggak juga. Di luar negeri, salah minta maaf dan mundur. Sekarang apa dia (Rieke) berani mundur dari jabatannya," tutup Sunarti. [sal]