Skip to main content

Jusuf Kalla 'Alergi' Bank Syariah, Negeri Cina Kembangkan Bank Syariah


Wakil Presiden yang bernama Jusuf Kalla (JK) tampak alergi dengan istilah-istilah di bank syariah dan meminta agar bank syariah tidak lagi menggunakan istilah dalam bahasa Arab. Kalla berharap nama instrumen bank syariah bisa diubah ke bahasa Indonesia.

"Pak Wapres juga arahannya supaya istilah instrumen yang sekarang pakai bahasa Arab semua, mudarabah wakallah itu bisa di-Indonesiakan," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (10/3/2015), dilasnir Kompas.

Pernyataan JK sontak mendapat kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Sampai-sampai ada yang menyindir, kenapa nama Jusuf (Yusuf) yang di pakai JK tidak di ganti saja jika alergi dengan istilah Arab.

Selain itu, kenapa harus bank syariah yang dikritisi, sedang bank konvensional yang memakai istilah Inggris dibiarkan saja.

Itulah yang terjadi di Indonesia, dimana Jusuf Kalla yang juga dikenal sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) bisa begitu alergi dengan istilah Arab yang melekat di bank syariah, berlandaskan hukum Islam.

Padahal, yang terjadi di negara Cina saat ini, adalah sedang tertarik dengan perbankan memakai konsep Islam (syariah).

Hal tersebut seperti dilansir Rol (20/4), Negeri Panda, Cina, mulai mengembangkan perbankan islam di negerinya. Dalam hal ini, dua bank Qatar terkemuka dan broker China Southwest Securities telah menandatangani nota kesepahaman untuk mendorong sistem keuangan Islam di Cina.

"Kami ingin membantu Cina mendirikan sistem keuangan Islam," ungkap chief executive QIIB, Abdulbasit Ahmad Al Shaibei seperti dikutip laman Onislam, Ahad (19/4). Selain itu, dia juga ingin mendorong bank Qatar untuk hadir dan menunjukkan kemampuannya di Cina.

Shaibei berpendapat, kehadiram perbankan Islam ini tidak terlepas dari permintaan yang muncul dari masyarakat Cina. Menurutnya, Cina sedang mencari cara mengatur keuangan dengan secara Islam di luar perbatasan mereka. Selain itu, Cina juga merupakan negara yang memiliki beberapa wilayah dengan populasi Islam yang besar.

Dengan pertumbuhan ekonomi Cina, jelas bahwa jutaan orang yang membutuhkan penanganan di bidang perbankan dan keuangan Islam. Sayangnya, sistem di sana tidak memiliki fasilitas yang cukup untuk menghadapi tantangan ini di Cina, demikian Rol mengabarkan.

Dari kejadian tersebut, jangan sampai semua bank-bank syariah yang berada di negara Indonesia berpindah ke Cina karena mendapat perlakuan diskriminasi di negara yang mayoritas beragama Islam. [sal]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi