Beberapa waktu yang lalu, dikabarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta istilah Arab di Bank Syariah di Indonesia di hapus atau di ganti.
Dilansir detikcom (10/03/2015 ), yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Bambang Brodjonegoro yang juga menteri keuangan usai bertemu dengan JK di kantor Wapres, Kompleks Istana, Selasa (10/3/2015)
"Tadi Pak wapres juga arahannya supaya istilah instrumen yang sekarang pakai Bahasa Arab semua, mudarabah, wakalah itu bisa di-Indonesiakan. Supaya ini bunyinya adalah ekonomi Islam ala Indonesia bukan ala Timur Tengah," kata Bambang.
Akibatnya, JK pun menuai kritik dari publik. Sentimen JK terhadap istilah Arab dinilai tak rasional. Apatah lagi JK sendiri memakai nama dengan bahasa Arab, yakni Jusuf alias Yusuf.
Antinya JK terhadap istilah di Bank Syariah ternyata tidak membuat pertumbuhan Bank Syariah di tanah air meredup. Bahkan pertumbuhan memang dibutuhkan untuk memulihkan ekonomi Indonesia yang kini terpuruk di era pemerintahan Jokowi.
Dan memang tak bisa di pungkiri bahwa saat ini, kondisi ekonomi Indonesia sedang merosot sementara pengangguran meningkat. Karena itu dibutuhkan ekonomi alternatif.
Hal tersebut disampaiakan oleh Demikian disampaikan Direktur Utama Bina Sarana Informatika (BSI), Naba Aji Notoseputro, dalam keterangan beberapa saat lalu (Rabu, 13/5), dilansir Rmol (13/5/15).
"Ekonomi syariah hadir memberikan solusi terhadap ekonomi bangsa. Ekonomi syariah saat ini harusnya yang kita kembangkan" ungkap Naba.
Karena itulah, lanjut Naba, BSI akan menggelar seminar dengan tema "Ekonomi Syariah Solusi Ekonomi Rakyat." Seminar itu akan dihadiri dua praktisi sekaligus akademisi ekonomi syariah, yakni CEO Alwayni Internasional Capital (AIC) Farouk Alwyn dan Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM) Hanawijaya. [sal/rmol]