Wacana untuk merekrut penyidik KPK dari anggota Tentara Nasional Indonesia terus bergulir. Menurut mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, siapapun berhak menjadi bagian dari lembaga antikorupsi tersebut, tak terkecuali anggota TNI.
“Yang penting, calon pegawai memiliki dua hal utama, integritas dan profesional,” kata Hehamahua kepada ROL, Jumat (8/5) malam.
Dia mengatakan, setelah lulus seleksi, pegawai KPK harus tunduk pada standart operation procedure (SOP), kode etik, dan budaya kerja KPK. Dalam konteks ini, kata dia, seorang pegawai yang berasal instansi tertentu hanya melaksanakan perintah dari atasannya di KPK, bukan atasan di instansi asalnya.
Hehamahua menjelaskan, dalam PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Manajemen SDM KPK, pegawai KPK terdiri dari pegawai negeri yang dipekerjakan, pegawai tetap, dan pegawai tidak tetap. Penyidik KPK adalah yang terkategori sebagai pegawai negeri yang dipekerjakan.
Menurut KUHAP, lanjut dia, penyidik adalah pejabat Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) seperti penyidik pajak dan penyidik bea cukai atau penyidik di instansi tertentu yang melaksanakan tugas tertentu. Namun, UU tidak membenarkan ada PPNS di KPK.
Sementara dalam UU KPK, kata Hehamahua, disebutkan penyidik adalah penyidik yang diangkat dan diberhentikan KPK. Kemudian diperjelas dalam fatwa Mahkamah Agung (MA) tahun 2012, KPK berhak merekrut penyidik sendiri.
“Maka KPK dapat merekrut siapa saja untuk menjadi pegawainya, apakah sebagai pejabat struktural, penyelidik, penyidik, JPU atau pegawai di bidang pencegahan atau sekretariat jenderal,” ujar Hehamahua. [sal/Rol]