Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semestinya hati-hati dalam menjadikan orang sebagai tersangka ternyata tidak mengindahkan kaidah hukum yang berlaku. Hal ini terbukti dengan kalahnya KPK dalam sidang praperadilan penetapan tersangka koruptor terhadap mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. Penetapan tersangka dilakukan KPK tanpa dua alat bukti terungkap dalam sidang itu.
Melansir Koransindo yang dikutip Okezone (13/5), Menyikapi hal tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran Bandung, Romli Atmasasmita, menilai KPK tidak profesional. “Ini contoh KPK tidak profesional. Kenapa bisa sampai tidak ada bukti?” ujarnya, Rabu (13/5/2015).
Ia menambahkan, kekalahan KPK di sidang praperadilan juga menunjukkan kualitas KPK menurun. Oleh karena itu, KPK diminta untuk introspeksi diri.
“Dulu salah menangkap orang, sekarang kurang bukti. Padahal, kewenangan alat bukti itu kan artinya KUHP tidak dipakai,” tutur Romli.
Ia juga menilai penetapan Ilham sebagai tersangka telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab dengan penetapan itu, Ilham telah kehilangan hak-haknya.
“Satu tahun lebih kurang bukti. Itu merampas kemerdekaan orang. Dengan dicekal, diblokir (rekeningnya), sehingga tidak bisa ikut berpolitik. Itu kan membuat orang tidak merdeka,” ucap Romli.
Dengan demikian, ia menilai orang yang paling bertanggung jawab adalah pimpinan KPK yang menetapkan Ilham sebagai tersangka. Pimpinan tersebut bisa dijerat hukum pidana.
Sebelumnya, KPK menduga Ilham terlibat korupsi proyek kerjasama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Makassar. Itu merupakan proyek pada tahun anggaran 2006–2012. [sal]