Jakarta-Hasil survei Poltracking Indonesia yang menyebut keturunan Soekarno tidak layak memimpin PDIP dinilai sebagai pesanan untuk memecah belah internal partai itu.
Ketua DPP PDIP bidang hukum, Trimedya Panjaitan mengatakan, survei tersebut dengan harapan agar soliditas partai berlambang banteng moncong putih itu terbelah.
"Pastilah (pesanan) ada pihak-pihak yang tidak suka terhadap soliditas di PDIP," kata Trimedya, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/3/2015).
Meski demikian, kata Trimedya, survei tersebut tidak akan membelah kesolidan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Sebab, kader PDIP telah sepakat agar Megawati kembali memimpin untuk lima tahun ke depan.
"Tapi kita yakin tidak terpengaruh dengan hasil survei itu. Karena waktu Rakernas di Semarang Pak Jokowi yang meminta," tegas Wakil Ketua Komisi III DPR itu. (Baca, Survei Poltracking di Buat oleh Kader PDIP kata Effendi)
Diketahui, Poltracking Indonesia kembali merilis survei penilaian dari pakar dan opinion leader terkait pergantian ketua umum PDI Perjuangan. Hasilnya tiga nama yang merupakan keturunan Soekarno tidak direkomendasikan memimpin partai PDIP untuk lima tahun ke depan.
Menurut Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yuda, ketiga nama itu adalah, Puan Maharani, Megawati Soekarnoputri dan Prananda Prabowo.
"Berdasarkan pendapat pakar/opinion makers pada survei ini, Puan Maharani (25,04%), Prananda Prabowo (17,64%) dan Ketua Umum incumbent Megawati (16,91%)," kata Hanta saat merilis hasil survei di Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Menurutnya, Presiden Joko Widodo masuk dalam bursa ketua umum partai berlambang banteng mocong putih ini. Dan beberapa elite partai tersebut juga masuk ke dalam bursa persaingan.
"Dalam survei ini ada sembilan nama kader yang muncul. Ganjar Pranowo, Hasto Kristianto, Joko Widodo, Maruara Sirait, Megawati Soekarnoputri, Pramono Anung, Prananda Prabowo, Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo," kata Hanta.
Hasil itu didapatkan dari penilaian yang dilakukan oleh pakar lewat 10 aspek. Antara lain, aspek integritas dan rekam jejak, kompetensi dan kapabilitas, visi dan gagasan, komunikasi elite, komunikasi publik, akseptabilitas publik, pengalaman dan prestasi memimpin, kemampuan memimpin organisasi partai, kemampuan memimpin koalisi dan kemampuan memimpin dalam pemerintahan dan negara. [Inilah]