Saya secara pribadi termasuk yang tidak suka membaca konten-konten dari situs seperti voa-islam.com dan sejenisnya yang sekarang diblokir. Ada 19 situs yang diblokir pemerintah dengan alasan penebar radikalisme. Secara wacana sudah bagus tapi prakteknya kebablasan. Kenapa kebablasan? Mari kita lihat.
Situs terdiri dari beberapa komponen: nama domain TLD (.com, .org dan semacamnya), hosting (layanan berbayar untuk menyimpan konten), dan konten itu sendiri. Kebablasan karena yang hendak dibidik adalah konten tetapi kemudian meluluh-lantahkan domain. Itu sangat otoriter. Jika memang yang dinilai salah adalah kontennya, maka yang disensor adalah kata kunci dari konten yang dimaksud, jangan domainnya, karena domain ibarat rumah maya. Dengan memblokir konten melalui pemblokiran terhadap akses pada domain itu sama saja dengan “hendak membunuh nyamuk tetapi dengan senapan mesin”. Menghancurkan segalanya. Sangat refresif.
Memblokir konten yang berbau radikalisme berbeda dengan pemblokiran konten p*rno. Konten p*rno umumnya domainnya juga dipesan khusus dengan nama yang p*rno juga. Ada asosiasi erat antara nama domain dengan konten p*rnonya. Sebagai contoh nama domain: youpo**.com maka isinya adalah semuanya konten p*rnografi. Maka, karena semua kontennya adalah p*rnografi, memblokir domain salah satu cara cepat untuk memblokir konten p*rno.
Hal tersebut berbeda dengan domain yang dianggap berbau radikalisme, karena tidak semua konten dalam domain yang diblokir itu semuanya mengandung radikalisme. Masih banyak konten-konten lain yang ada di dalamnya yang mengajarkan kebaikan, ayat-ayat suci dari kitab suci dan lain-lain. Dengan memblokir domain sama saja menyamaratakan semua konten yang ada di domain tersebut seolah semuanya radikalisme.
Di dalam situs tersebut juga banyak bertebaran ayat-ayat dari kitab suci. Apakah ayat kitab suci merupakan bagian dari radikalisme? Salah total jika beranggapan demikian. Yang salah adalah pemahaman dan penafsiran orang yang menulis tentang maksud dari ayat kitab suci bukan kitab sucinya. Dengan memasung domain berarti hendak mengatakan, “jika penafsiran yang salah terhadap kitab suci maka yang harus dimusnahkan adalah kitab sucinya”, bukan dengan memperbaharui pemahaman orang tersebut. Ini tindakan fatal.
Blokirlah kontennya saja dengan menyaring kata kunci yang dianggap termasuk radikalisme, jangan domainnya. Dengan memasung akses ke nama domain akankah konten-konten radikali itu akan lenyap? Tidak sama sekali. Mereka gampang kok bikin website baru lagi dengan nama domain dan hosting baru. Dengannya memblokir domain itu sia-sia.
Berbeda halnya jika yang diblokir adalah kata kunci dari konten, mau bikin website baru dengan nama domain baru, konten tetap tidak akan bisa diakses. Jadi, yang cerdas dikitlah kalau mau main blokir-blokiran: jangan karena kemauan keras tapi kemampuan tidak ada lantas bertindak semaunya. Itu preman namanya.**
***
penulis : Harja Saputra
sumber : Kompasiana