Skip to main content

Inikah Pesan di Balik Pemblokiran Situs-situs Islam oleh Rezim Jokowi?


Kemarin (29 maret 2015), ada keramaian di penggiat social media terkait issu ‘pemblokiran’ terhadap beberapa situs atau media Islam online yang dilakukan kemeninfo atas instruksi BNPT terkait media media yang mendukung radikalisme.

Media media Islam online yang masuk daftar kini tidak bisa di akses lagi kecuali dengan memakai software khusus, ada sebuah pertanyaan di khalayak ramai tentang, sebenarnya apa yang menjadi alasan BNPT dan kemeninfo melakukan pemblokiran?

Apakah ini sebuah deception atau pengalihan terkait penetapan kenaikan harga BBM per 28 maret?, karena alasan waktu yang sangat berdekatan, ditambah ‘aksi protes’ hanya disuarakan oleh media media online yang memang membawa konten Islam.

Media serta situs Islam yang masuk daftar pemblokiran ada sebuah kesamaan, yaitu media dan situs yang banyak kadungan materi isinya anti pemerintahan jokowi, jadi bukan semata hanya menjual radikalisme (versi BNPT).

Isi materi dari media dan situs tersebut kebanyakan berisi anti densus 88, anti BNPT ataupun anti kebijakan, hal ini ibarat satu kesatuan utuh sebuah propaganda anti pemerintah dan di anggap berbahaya apabila para penggiat social media menjadikan mereka bahan acuan standar berita.

Hal tersebut lah yang menjadi pesan dari aksi pemblokiran yang dilakukan, alasan menjual radikalisme yang dikatakan BNPT itu memang menjadi alasan utama, tetapi ada alasan lain yang ikut juga menyertai di belakangnya yaitu media dan situs tersebut juga sangat keras dan anti pemerintahan jokowi.

Satu hal yang mungkin benar, adalah ini memang sebuah deception alias pengalihan berita terkait kenaikan harga BBM, karena setelah aksi pemblokiran itu terjadi, semua penggiat social media ‘teralihakan’ perhatiannya.

Padahal bisa saja ini sebuah test the water untuk media dan situs Islam itu sendiri, test untuk sejauh mana tingkat ‘rasa memiliki’ nya para penggiat social media kepada situs atau media Islam tersebut, apakah media dan situs Islam tersebut sudah sangat ‘influence’ alias memepengaruhi sekali pemikiran penggiat soacial media.

Sebuah catatan, ini bukan soal kesannya kembali ke era orde baru, tapi perlu diketahui, beberapa negara sosialis saat ini juga sering lakukan hal tersebut (pemblokiran;red), tapi pertanyaannya apakah Indonesia negara sosialis?

***

Penulis: Ipung/fahreenheat.com

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi