Skip to main content

[Efek Pameran Traktor Jokowi] "Sakitnya Ditraktor Tuh Disini"



Nama saya Joko. Lengkapnya Joko Intarto. Sembilan puluh persen orang memanggil saya dengan sebutan Joko. Sebagian kecil menyebut dengan Jokin. Sebagian lagi memilih sebutan JTO, inisial saya ketika masih menjadi wartawan.

Banggakah aku punya nama Joko? Jelas bangga. Nama Joko itu keren banget. Walau pun lebih sering dikira sopir, tetapi Joko menurut kosa kata bahasa Jawa, berarti pria (yang ganteng).

Bapak saya yang asli Pamekasan, Madura, ternyata lebih memilih nama Jawa untuk saya. Artinya bagus, pula. Mungkin karena Bapak saya tinggal di lingkungan masyarakat Jawa di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Interaksi sosialnya dengan lingkungan sekitar membuat Bapak saya mengenal kosa kata Joko yang tidak ada dalam bahasa Madura.

Tapi kebanggaan saya pada nama Joko sekarang luntur. Semua berawal dari kunjungan saya ke Ponorogo, Jawa Timur, Rabu (25/3) lalu.

Kisah ini bermula dari pertemuan saya dengan beberapa orang tokoh ulama di sebuah rumah makan Bu Parti yang terkenal di kecamatan Jetis, Ponorogo. Ketika bertemu kali pertama, saya memperkenalkan diri dengan Pak Kyai. ‘’Assalamu’alaikum Pak Kyai. Perkenalkan nama saya Joko,’’ kata saya membuka salam.

‘’Wa’alaikum salam. Ini bukan Joko yang dari Solo kan?’’ komentar Pak Kyai sembari terkekeh.

Sempat bingung sejenak, pikiran saya langsung tertuju kepada nama ‘’Joko yang dari Solo’’. Siapa dia? Oh, pasti yang dimaksud adalah ‘’Joko yang itu’’. Joko yang dua minggu sebelumnya datang ke Kecamatan Jetis untuk ‘’memamerkan’’ ratusan traktor kepada para petani Ponorogo itu.

‘’Bukan Pak Kyai. Saya bukan Joko yang itu. Bukan Joko yang dari Solo,’’ jawab saya.

‘’Syukurlah. Berarti proposal yang akan dipresentasikan nanti betul-betul nyata, bukan hanya untuk pameran,’’ kata Pak Kyai.

‘’Insya Allah tidak, Pak Kyai. Malah sekarang pun sudah bisa dilihat. Bisa dicoba dan bisa didemonstrasikan. Televisi streaming lain dengan traktor Pak Kyai. Janji saya adalah bisa online tanggal 31 Mei 2015. Hari ini baru tanggal 25 Maret 2015 dan sudah online. Jadi tidak PHP alias pemberi harapan palsu,’’ jawab saya sambil memeragakan bagaimana cara mengaktifkan televisi streaming menggunakan smartphone.

‘’Nah ini dia. Betul-betul tidak ada glembuknya,’’ kata Pak Kyai.

‘’Kan saya Joko yang JTO, bukan Joko yang itu,’’ jawab saya.

Semua tertawa mendengar jawaban saya.

Penasaran dengan ucapan Pak Kyai, saya lalu bertanya soal pembagian ratusan traktor yang dijanjikan ‘’Joko yang itu’’ pada saat menghadiri panen raya di Kecamatan Jetis.

‘’Memang ada pembagian traktor? Kemarin itu saya dengar hanya pameran saja,’’ jawab Pak Kyai.

‘’Oh, jadi itu hanya pameran? Apa kira-kira hanya untuk kepentingan syuting televisi Pak Kyai?’’ pancing saya.

‘’Mungkin itu untuk real set kalau di sinetron,’’ sahut Hendra, teman saya yang menemani pertemuan itu.

Kami lagi-lagi tertawa mendengar selengekan Hendra.

Menjelang asar, hujan deras yang mengguyur Ponorogo selama tiga jam sudah reda. Acara makan siang dengan menu garang asem yang super pedas di rumah makan Bu Parti juga selesai.

Saya kemudian melanjutkan perjalanan, kembali ke Madiun. Targetnya pukul 19.00 sudah harus sampai di Stasiun Kereta Api Madiun. Sesuai rencana, saya akan kembali ke Jakarta menggunakan kereta api Bima yang berangkat dari Madiun pukul 19.15.

Lima menit setelah meninggalkan rumah makan, mendadak saya ingin mampir ke ‘’exhibition hall’’ yang digunakan ‘’Joko yang itu’’ untuk memamerkan ratusan traktor PHP dua pekan sebelumnya itu. Kebetulan, lokasinya saya lewati dalam perjalanan menuju Madiun.

Tiba di lokasi bekas pameran yang saat itu becek akibat hujan deras selama tiga jam, saya meminta sopir untuk berhenti. ‘’Saya mau foto-foto dulu di lokasi pameran traktor PHP mas,’’ kata saya kepada Hendra.

‘’Buat apa Pak Joko? Pamerannya kan sudah selesai,’’ komentar Hendra.

‘’Hus! Justru di situlah keberhasilan pameran itu. Beritanya kan ‘Joko yang itu’ membagikan 3 ribu unit traktor untuk para petani Ponorogo. Padahal belum ada satu pun yang menerima traktor itu sampai hari ini. Maka saya ingin foto narsis agar punya bukti bahwa saya sudah pernah mampir ke lokasi pameran traktor paling spektakuler di dunia. Biar tidak disebut hoax, Mas,’’ jawab saya.

Setelah berpose aneka gaya di bekas hamparan lokasi pameran traktor, saya pun berjalan menuju sebuah traktor yang diparkir di pinggir jalan. Hanya sekitar 50 meter dari lokasi bekas pameran. Sebuah traktor tangan merek Quick berwarna merah.

Saya berharap, traktor tersebut adalah salah satu pemberian ‘’Joko yang itu’’. Maka, saya harus berfoto bersama traktor bersejarah tersebut.

Sambil bergaya di atas traktor, saya coba mengamat-amati sambil menganalisa dari cirri-ciri fisiknya. Menurut hasil analisa saya, traktor bermerek Quick itu bukanlah traktor pemberian ‘’Joko yang itu’’.

Sebab, traktor tersebut bukan traktor baru. Catnya sudah mengelupas di beberapa bagian. Terlihat pula karat menempel di beberapa tempat.

‘’Tapi busway di Jakarta yang katanya masih baru dan diimpor dari China kan juga sudah banyak yang karatan?’’ tanya saya dalam hati.

‘’Tapi yang ini sepertinya bukan traktor baru. Bekas goresan dan karat pada bodi traktor itu menandakan usianya sudah lama. Mungkin usianya sudah satu atau dua tahun,’’ jawab saya untuk menyimpulkan pandangan mata.

‘’Kok kelihatan sedih Pak?’’ tanya Hendra.

‘’Saya tidak sedih. Cuma kebanggaan saya sudah tertraktor. Sakitnya tuh di sini…’’ jawab saya menyitir bait lagu yang dinyanyikan pedangdut Cita Citata dan sangat popular di Youtube itu.

‘’Saya mau ganti nama jadi JTO saja. Biar tidak sama dengan Joko yang itu,’’ sambung saya.

Hendra tertawa. Saya juga. Pasti dengan analogi yang berbeda. [***]

Joko Intarto
Penulis adalah jurnalis.
sumber : Rmol

Popular posts from this blog

Heboh, Foto Oknum Polisi Diduga Sedang Bagi Uang Hasil "Petak Umpet"

Foto dua orang oknum anggota polisi sibuk menghitung uang membuat heboh situs media sosial Facebook. Foto yang diposting pemilik akun Facebook Adm Motivasi itu ditautkan ke akun fanpage JOKOWI PRESIDEN KU dengan judul "Ayo Lagi Ngapain?" ini ternyata mendapat respon dari netizen lainnya. Foto hasil jepretan sembunyi-sembunyi (hidden camera) memperlihatkan dua orang polisi seperti memegang berlembar-lembar kertas warna merah seperti bentuk uang Rp 100 ribu. Tentunya berbagai komentar positif dan komentar negatif. Hingga kini foto tersebut mendapat 606 komentar serta like 1.288 orang. Berikut komentar di akun facebook: Harry Setiawan Rph: Kalau yg begini mah bkn fitnah. Hampir rata2 pengguna jalan raya mengalami,kalau yg namanya ketemu yg begini (POLISI). M Ridone: Ada ada saja tapi lucu..kan gk tau itu dwit apa berpikir positip sajalah. etiawan Jayadireja: Yang pasti takut ketahuan istrinya, di umpetin dikit? Ronymeong Rony: itung itung balikin modal dulu bro...

Usai Keluarkan Perpres Soal Kenaikan DP Mobil Pejabat, Nah Lho..Jokowi Bingung!

"Plin Plan pakdhe nih," tulis akun @ebritino  di Twitter terkait sikap Jokowi yang sepertinya kebingungan usai keluarkan Perpres No 39/2015. Ada pun Perpres tersebut mengatur soal kenaikan uang muka (DP) kendaraan mobil pejabat dari Rp 116 juta menjadi Rp 210 juta. Sikap 'plin plan' Jokowi ini apa karena ada banyak protes dari publik atau ada faktor lain memang belum ada klarifikasi dari pihak Istana. Yang ada hanyalah Jokowi sebut akan mengecek ulang Perpres No 39/2015 tersebut. Dikutip laman Detik (5/4) , bahwa Presiden Jokowi berjanji akan mengecek Perpres yang berisi kenaikan nilai uang muka pembelian mobil pejabat negara. Selain itu dirinya juga mengakui bahwa kebijakan itu tidak tepat dilakukan saat ini. "Saat ini bukan saat yang baik. Pertama karena kondisi ekonomi, kedua sisi keadilan, ketiga sisi (penghematan) BBM," tutur Jokowi setelah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dari kampung halamannya di Solo, Minggu (5/4

Awasi! Putri Indonesia 2015 "Ber-Palu Arit", PKI Sebarkan Racun Komunis di Kalangan Muda

Foto konyol Putri Indonesia 2015 Anindya Kusuma Putri yang berpose memakai kaos bergambar simbol komunis ‘Palu Arit’, mengindikasikan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang menyebarkan ideologinya kepada kalangan anak muda. Pendapat itu disampaikan Pimpinan Taruna Muslim, Alfian Tanjung, kepada intelijen (23/02). “Saat ini komunis Indonesia sedang menyebarkan ideologi di kalangan anak muda. Putri Indonesia 2015 bisa menjadi simbol untuk menarik kalangan muda,” tegas Alfian Tanjung. Kata Alfian, PKI sudah menyusupkan beberapa kadernya di partai politik. “Lihat saja kader mereka yang ada di partai politik dan DPR. Di PDIP ada Ribka Tjiptaning yang bangga menjadi anak PKI. Padahal PKI itu organisasi yang dilarang di Indonesia,” papar Alfian. Alfian mengingatkan, dalam kondisi bangsa Indonesia yang tidak jelas seperti ini, komunis sangat mudah masuk di kalangan generasi muda maupun rakyat. “Komunis itu pandai mempengaruhi orang. Jargon-jargon menguasai tanah milik negara,