Skip to main content

Jokowi Bayar Upah Pendukung Dengan Jabatan Komisaris di BUMN

Walau Jokowi cendrung membantah bahwa ia sudah lakukan balas budi politik kepada pendukungnya. Namun, tampaknya publik tak bisa percaya kepada pernyataan Jokowi. Apatah lagi sudah terbukti, Jokowi sejatinya adalah pendusta. Jadi mau ngomong apapun, publik sulit tuk percaya.

Bahkan pembagian jatah kepada Komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lebih tepatnya disebut Jokowi sudah lakukan nepotisme.

Dikutip dari Tribunnews (23/3), Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi, menilai sejumlah tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla dan politisi sebagai komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah upaya balas budi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam hal ini Uchok mengatakan Presiden Jokowi membayar upah para pendukungnya melalui jabatan di komisaris beberapa perusahaan BUMN.

“Bahwa ini sebagai upah mereka yang selama ini mendukung Jokowi,” kata Uchok di Jakarta, Senin (22/3/2015).

Menurut Uchok, selama ini mereka sangat getol mendukung kampanye pemenangan Jokowi. Mereka, lanjutnya, ada yang pura-pura profesional, dan independen. Dibalik ini, mereka mendukung Jokowi. Selain diberikan ke timses dan politisi, upah ini juga diberikan ke keluarganya untuk ditempatkan sebagai komisaris.

Langkah Jokowi yang memberikan upah ke timses dan politisi ini, akan berdampak ke kinerja BUMN kita.

“BUMN menjadi tidak profesional karena diisi oleh orang-orang yang tidak punya kualitas, integritas, dan berpotensi KKN, maka pengelolaan BUMN menjadi jelek,” tegasnya.

Uchok meminta Jokowi untuk meninjau ulang sejumlah Timses dan politisi yang ditempatkan menjadi komisaris BUMN. Semestinya, Jokowi tidak memasukkan orang-orang ini.

“Baik timses dan politisi jangan diupah. Dalam hal ini, Jokowi merubah Nawa Cita menjadi Nawa Duka,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, sejumlah politikus dan tim relawan Jokowi-JK masuk dalam jajaran komisaris BUMN, di antaranya:

- Bank Mandiri (Aviliani, Darmin Nasution, dan Cahaya Dwi Rembulan Sinaga),
- Bank BNI (Rizal Ramli, Pataniari Siahaan, Revrison Baswir, dan Anny Ratnawati),
- Bank BRI (BS Kumuyolno, Adyaksa Dault, Mustafa Abubakar, Gatot Suwondo, dan Sonny Keraf),
- Jasa Marga (Refly Harun, dan Daniel Sparingga),
- PT Telkom Indonesia (Hendri Saparini),
- dan PT Telkomsel (Diaz Hendopriyono). [sal]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi