Skip to main content

Gara-gara Bagikan Rokok Gratis, Mensos Khofifah Terancam akan Digugat ke Pengadilan



Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Solidaritas Advokat untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) menggugat Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa atas pembagian rokok gratis kepada suku anak dalam atau orang rimba di Jambi. Merekr menilai, tindakan yang dilakukan Khofifah tersebut merupakan bentuk pengabaian kesehatan masyarakat.

Azas Tigor Nainggolan dari SAPTA mengatakan, pihaknya mengapresiasi niat baik Mensos terhadap suku anak dalam. Namun, alasan apa pun yang digunakan untuk membagikan rokok secara gratis tidak dapat dibenarkan.

"Kami tidak sepakat dengan cara yang dia (Mensos) lakukan yang menurutnya itu pendekatan kultural. Berarti Mensos tidak paham regulasi. Dalam PP nomor 109 tahun 12 pasal 35 dikatakan dilarang membagikan rokok secara gratis. Jelas. Karena rokok itu mematikan," kata Azas di Kantor YLKI, Jumat (27/3).

Menurut Azas pihaknya hanya ingin Mensos mengklarifikasi dan meminta maaf kepada publik serta berjanji tidak akan melakukan hal yang sama lagi. Selain menuntut Mensos untuk meminta maaf, YLKI dan SAPTA juga meminta Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek melakukan hal yang sama.

"Kami sangat menyesalkan, Menkes seharusnya menegur Mensos (terkait pembagian rokok). Namun, sampai hari ini tidak ada teguran dan peringatan itu," ujarnya.

Azas mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu klarifikasi dari Mensos. Jika tidak benar ia membagikan rokok sepertu yang diberitakan, maka Mensos harus menggunakan hak jawab. Namun, lanjutnya, jika benar yang diberitakan media, maka Mensos Khofifah harus meminta maaf pada publik dan berjanji untuk tidak melakukan perbuatan yang sama lagi.

Ketua Forum Warfa Jakarta (FAKTA) itu menambahkan, hari ini pihaknya telah memberikan surat somasi. Jika dalam batas waktu tertentu Mensos tidak mengklarifikasi dan meminta maaf, Azas mengaku akan melakukan gugatan ke pengadilan.

"Kami kasih waktu dua minggu, dia tinggal jawab. Kalau dua minggu nggak jawab, kita akan gugat, bisa legal standing atau citizen lawsuit terhadap Mensos dan Menkes karena telah melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian. Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. Meskes juga sama," kata Azas.

Untuk diketahui, Mensos Khofifah mengunjungi orang rimba (suku anak dalam) di daerah Sungai Kemang, Jambi. Kunjungan tersebut merupakan bentuk bela sungkawa atas meninggalnya 11 orang suku rimba karena kelaparan. Selain membagikan sembako dan pakaian, dalam kunjungan tersebut Khofifah juga diketahui membagikan rokok, demikian Rol (17/3)mengabarkan.

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi