Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro heran beberapa negara memiliki daya tahan yang lebih baik ketika berhadapan dengan penguatan dollar AS, yakni Filipina, Thailand, dan India.
“Kami penasaran kenapa Filipina, Thailand dan India itu lebih kuat dari rupiah ketika berhadapan dengan dollar AS dibanding mata uang lainnya?” kata Bambang di Senayan, Jakarta, Rabu (25/3/2015).
Ternyata, setelah dicermati, Filipina dan Thailand memang memiliki neraca transaksi berjalan yang surplus. Sementara India, yang tadinya mengalami defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dalam waktu satu tahun bisa menurunkan drastis, dari 3,5 persen menjadi 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi kesimpulan kami, kalau ingin rupiah kuat, kita harus memperbaiki CAD,” ucap Bambang.
India yang tadinya di bawah Indonesia, bisa membalikkan keadaan. Bambang menuturkan, sepanjang 2014 rupiah mengalami apresiasi terhadap banyak mata uang. Rupiah menguat atas yen, euro, real, ringgit, peso Meksiko, rand, lira, ringgit, won, renminbi, serta rupee. “Tetapi Rupiah mengalami depresiasi atas dollar AS, peso Filipina, serta bath Thailand,” sambung Bambang.
Sampai Maret 2015 ini rupiah masih mengalami apresiasi atas real, euro, lira, rand, yen, peso Meksiko, serta ringgit. “Tetapi rupiah mulai depresiasi terhadap won, renminbi, dan rupee,” ujar dia.
Pemerintah melalui paket kebijakan yang dikeluarkan berharap bisa memperbaiki CAD. Diantaranya dengan menerapkan kewajiban letter of credit (L/C) untuk ekspor produk sumber daya alam, yakni hasil tambang, batubara, crude palm oil, serta minyak dan gas bumi.
Selain itu, pemerintah juga akan menerapkan mandatory biodisel kandungan bahan bakar nabati 15 persen (B15) untuk mengurangi impor solar. Pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara (BMTPS), memperbaiki industri pelayaran, menggabungkan BUMN reasuransi, serta memperbanyak negara bebas visa menjadi 45 negara, demikian Kompas (25/3) mengabarkan.