Skip to main content

Ahok Bicara Kasar dan Kotor, Kompas TV yang Kena Sanksi KPI

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui surat bernomor: 225/K/KPI/3/15 tertanggal 23 Maret 2015, telah memberikan sanksi kepada Kompas TV dengan menghentikan sementara Segmen Wawancara secara langsung pada program jurnalistik “Kompas Petang” selama tiga hari berturut-turut.

Hukuman ini merupakan buntut wawancara Kompas TV dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang disiarkan Kompas TV pada 17 Maret 2015, pukul 18.18 WIB.

“Kompas TV dianggap telah lalai dan tidak tanggap menghentikan narasumber yang menyampaikan hal-hal tidak pantas kepada publik,” tulis KPI dalam siaran persnya Senin (23/3).

Menurut KPI, Ahok telah mengeluarkan sejumlah pernyataan kasar/kotor yang dilarang untuk ditampilkan karena tidak santun, merendahkan martabat manusia, dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat, serta rentan untuk ditiru oleh khalayak, terutama anak-anak dan remaja.

“KPI Pusat memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 22 ayat (3) serta Standar Program Siaran Pasal 9 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 24,” lanjut siaran pers KPI.

Mengenai upaya pewawancara (Aiman Witjaksono) yang telah mengingatkan kepada narasumber bahwa siaran tersebut live dan agar kata-katanya diperhalus, KPI menganggap bahwa upaya tersebut tidak berhasil sehingga kata-kata yang tidak pantas demikian kembali diulang dan tersiar.

“Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 35 huruf e mengatur bahwa seorang pewawancara pada suatu program siaran wajib mengingatkan dan/atau menghentikan jika narasumber menyampaikan hal-hal yang tidak layak untuk disiarkan kepada publik,” jelas KPI.

KPI juga memberi sanksi kepada  Kompas TV wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik yang disiarkan pada waktu siar yang sama dalam program jurnalistik “Kompas Petang” selama tiga hari berturut-turut sejak tanggal diterimanya surat ini.

“Kompas TV diminta memberikan bukti kepada KPI Pusat bahwa permintaan maaf kepada publik tersebut telah dijalankan,” tulis siaran pers KPI. [Rol]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi