Skip to main content

Bertemu Prabowo, Selain Bentuk Sadarnya Jokowi Juga Hebohkan Dunia Persilatan


Presiden Jokowi baru menggelar pertemuan dengan bekas rivalnya di Pemilu Presiden 2014, Prabowo Subianto, di Istana Bogor, Kamis ini.

Pengamat politik Indobarometer, M Qodari, memandang pertemuan keduanya memberikan sinyal Jokowi mulai menyadari pentingnya pengelolaan kekuasaan.

"Pertemuan dengan Prabowo sinyal bahwa Jokowi mulai menyadari dia harus memikirkan persoalan pengelolaan kekuasaan. Dia harus mampu mengendalikan kekuasaan politik," kata Qodari, di Jakarta, Kamis.

Menurut Qodari, posisi Jokowi saat ini tidak cukup mencerminkan kesuksesan dalam konteks mewujudkan sistem pemerintahan presidensial sesungguhnya.

Dia menjelaskan dalam sistem pemerintahan presidensial yang dapat diartikan sebagai wujud konstitusional dari sebuah kerajaan, maka presiden seharusnya adalah raja.

Presiden harus mampu memikul dan mengambil keputusan atas segala macam urusan kenegaraan dan permasalahannya.

"Dari situ ada benang merah, bahwa Jokowi saat ini tidak cukup powerful dalam posisi sebagai presiden. Ini sebuah realita yang bisa dikatakan pahit dan juga tantangan," jelas Qodari.

Akibat posisinya yang lemah secara politik, Qodari berpendapat Jokowi bagai sedang mendayung di antara dua karang pada 100 hari masa pemerintahannya.

Selain itu, pertemuan Jokowi dan Prabowo juga menghebohkan dunia "persilatan politik"nasional. Dimana tidak semua Politisi PDIP merasa senang dengan hadirnya Prabowo di Istana. Muncul asumsi Jokowi sudah mulai jauhi Ketua Umum PDIP Megawati yang selama ini di nilai selalu lakukan intervensi, seperti masalah Budi Gunawan yang membuat Jokowi pusing tujuh keliling.

Namun demikian sejumlah elite PDIP yang dekat dengan Jokowi mengapresiasi pertemuan ini sebagai tindakan negarawan Jokowi dan Prabowo yang dulu berkompetisi dan kini berani bersatu padu. Prabowo dan Jokowi sudah disebut sebagai dua pendekar pemberani. (Baca, Isi Lengkap Hasil Pertemuan Prabowo dan Jokowi)

"Saya rasa Jokowi dan Prabowo itu dua pendekar, pemimpin yang pemberani. Mereka sudah berani bertarung tetapi selesai bertarung mereka berani bersatu. Keduanya berani bertarung dan berani bersatu, ini adalah sikap negarawan yang layak ditiru," kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, Kamis (29/1/2015), seperti dilansir Detik.

Memang, spekulasi yang menyatakan Jokowi mulai gerah bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak bisa di nafikan begitu saja. KIH dinilai sebagai pernghalang Jokowi untuk bekerja. Maka dari itu,  pertemuan Jokowi dengan Prabowo adalah sebuah sinyal bahwa membangun bangsa ini harus dilakukan bersama - sama. [ant/pekanews]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi