Skip to main content

Ahok Tak Paham Aturan Minuman Beralkohol


Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama saat sidang Paripurna, Selasa (20/1) lalu yang membolehkan penjualan minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (minol) di minimarket yang beroperasi 24 jam di Jakarta, yang menurutnya dilakukan sangat ketat dan selektif, kembali dibantah Anggota Komisi Kesejahteraan DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS Tubagus Arif, Rabu (21/1) kemarin di Jakarta.

Tubagus mengatakan, dari jawaban Gubernur di sidang paripurna kemarin, yang harus dikritisi mengacu Peraturan Daerah Nomer 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 46 dengan penjelasannya secara utuh.


Bunyi dari penjelasan pasal 46 sendiri adalah, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman beralkohol golongan A (kadar ethanol kurang dari 5% (lima persen), golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen) dan golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

“Artinya yang bukan minuman beralkohol itu adalah yang tidak ada kadar ethanolnya alias 0%,” tegas Politikus PKS daerah pemilihan Jakarta Utara III ini. (Baca, Ahok Kalah Malu..)

Lebih lanjut Tubagus menyampaikan, dalam hal selektifitas aturan ini tidak terlihat, siapa yang mengawasi dan menindak, kalaupun ada tidak berjalan. “Tidak ada Satpol PP yang menindak, ditambah lagi minimarket yang menjualnya dekat dengan sekolah atau pemukiman warga yang sering lolos terhadap aturan pembeli dilarang dibawah 18 tahun, meski sudah menggunakan kamera cctv. Gubernur harus baca aturannya lagi,” tandas Tubagus yang juga Sekretaris DPW PKS DKI Jakarta.

Saat ini, lanjut Tubagus, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 83,1% remaja Indonesia pernah minum minuman beralkohol. Belum lagi data tahun 2013 yang menyebutkan bahwa aspek mabuk menyumbang sekitar 1,2% terhadap total kasus kecelakaan yang terjadi pada 2013, 16% korbannya berujung pada kematian.

“Mestinya efek dari bahaya ini juga dilihat oleh Gubernur, bukan hanya sekedar aturan yang ketat dan selektif, apakah kita masih kurang peduli?,” pungkas Tubagus. [pks]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi