Skip to main content

Adian Napitupulu: Apakah Salah Mega dan Paloh Intervensi Jokowi?


Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum DPP Partai Nasdem dituding kerap mengintervensi Presiden Joko Widodo baik dalam penyusunan struktur kementerian maupun dalam membuat kebijakan.

"Salahkah Surya Paloh dan Megawati?" ungkap anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, dalam keterangan persnya (Sabtu, 31/1).

Adian menjelaskan, secara politik, partai berusaha "ikut campur" dalam pemerintahan dan parlemen bukan kesalahan. Pasalnya, perjuangan tertinggi partai bukan sekadar menaikan orang ke kursi Presiden dan Parlemen. Tapi memperjuangkan cita-cita, tujuan dan ideologi partai.

"Dan untuk itulah partai memperjuangkan kader-kadernya duduk di kursi Presiden, Kabinet dan Parlemen, bahkan kalau bisa ikut merebut struktur paling bawah dari Ketua RT, RW dan Kepala Desa," jelas Adian.

Bahkan menurutnya, keinginan untuk mengintervensi atau mempengaruhi pemerintahan bukan hanya dari partai tapi juga keinginan semua kelompok politik.

"Keinginan semua orang yang menyadari hak-hak politiknya termasuk NGO, serikat buruh, serikat tani, pengamat, relawan hingga mahasiswa. Tidak lepas juga KPK, walaupun berangkat dari tujuan, cara dan kepentingan masing-masing yang berbeda," imbuh pentolan Forkot yang memiliki nama lengkap Adian Yunus Yusak Napitupulu ini.

Dia membeberkan, cara partai mengintervensi adalah dengan "memanggil" kadernya yang di duduk pemerintahan dan parlemen lalu memberi arahan-arahan hingga instruksi-instruksi.

Sementara NGO, serikat buruh, serikat petani, pengamat, relawan hingga mahasiswa berusaha mengintervensi atau mempengaruhi pemerintah melalui opini, petisi bahkan demonstrasi.  "Kalau KPK, bisa jadi ikut mempengaruhi pemerintah dengan stabilo merah, hijau dan kuning hingga mengatur jadwal kapan 'mentersangkakan' seseorang," sindirnya.

Adian memastikan, mengintervensi atau mempengaruhi pemerintah oleh siapapun itu bukan sebuah kesalahan. "Karena kita adalah mahkluk politik. Maka hal itu bukan kesalahan. Karena kita memilih demokrasi maka mempengaruhi pemerintah bukan kesalahan," ucapnya.

Karena ukuran demokrasi, katanya menambahkan, adalah semakin besar partisipasi rakyat dalam proses perjalanan negara, maka semakin demokratis sebuah negara itu.

"Yang salah justeru ketika partai, NGO, serikat buruh dan lain-lain tidak lagi saling berlomba mempengaruhi negara lalu berdiam diri dan tidak lagi perduli pada negara," demikian Sekjen Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) ini.

Merespon pernyataan Adian diatas, netizen pengguna sosial media Facebook dengan nama akun Dedi Amirudin memberikan komentarnya sebagai berikut:

"Apakah salah people power memberi masukan kepada Presidennya agar tidak diganggu oleh kelompok elit yang hanya untuk kepentingannya saja. Dalam Pilpres dukungan dari rakyat juah lebih besar dari dukungan partai penyokong." [rmol/pekanews]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi