Skip to main content

Inilah Empat Strategi Politik Jokowi Untuk Hadapi Tekanan Terkait Isu BG


Jika kita melihat dengan jeli, maka benang merah dapat di ambil untuk menyimpulkan apa - apa saja yang dilakukan Presiden Jokowi dalam menghadapi tekanan terkait kasus calon Kapolri Budi Gunawan (BG).

Laman Rmol mengabarkan bahwa, Setidaknya ada empat strategi yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menangani polemik pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala Polri.

Empat strategi itu dipaparkan pengamat komunikasi politik, Gun Gun Heryanto, dalam diskusi Polemik, di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (31/1). Pertama, Jokowi lakukan buying time strategy.

"Ketika paripurna DPR, minus Demokrat, secara mengejutkan mendukung BG. Ini kan jadi bola panas. DPR menyetujui, tapi publik resistensi. Ini dilema terhadap beragam kepentingan yang ada di sekeliling Jokowi. Buying time itu menunda pelantikan sebelum punya ajek mau berbuat apa," ujar Gun Gun.

Strategi kedua, Jokowi melakukan prakondisi mengundang sembilan sosok senior yang dinamakan Tim Indepeden atau Tim 9, yang kemudian tentu akan mengubah fokus perhatian publik dari Jokowi ke tokoh-tokoh senior tersebut.

"Salah satunya, Jokowi juga bisa ditamengi Tim Sembilan tadi. Buya Syafii Maarif pun mengatakan, yang meminta BG jadi Kapolri bukan Jokowi tapi orang lain. Ada prakondisi Jokowi untuk membuat polemik itu menjadi tersebar. Opini publik itu terbagi bukan hanya pada Pak Jokowi," ujar Gun Gun. (Baca, Ini Rekomendasi Tim 9 kepada Jokowi)

Strategi ketiga Jokowi adalah memanfaatkan media massa mainstream. Ada beberapa media besar diundang untuk wawancara eksklusif, yang bisa memasok opini publik sesuai yang dikehendaki Jokowi.

"Ini menjadi ruang yang menambah bobot politik sehingga isu lebih terkanalisasi," jelasnya.

Terakhir, Jokowi menggunakan zone of possible agreement (ZOPA). Ia dipakai dalam politik ketika sang tokoh dalam tekanan politik luar biasa.

"Pertemuan dengan Pak Prabowo, Pak Habibie dan Kompolnas dalam satu hari. Tapi panggung utamanya adalah pada Pak Prabowo. Ini akan punya ekses domino shock therapy pada kekuatan lingkaran dalam Pak Jokowi," jelas Gun Gun. (Baca, Jokowi Lebih Baik Berteman Duda Daripada Di Dikte Janda)

Pernyataan Prabowo Subianto yang mengatakan akan mendukung pemerintahan Jokowi jadi pembicaraan di banyak media massa. Jokowi memanfaatkan "panggung" ini untuk memberikan pesan kepada kekuasan di lingkaran Istana yang hampir selalu menekan dirinya. [sal]

Popular posts from this blog

Gagal Jadi Menteri Jokowi, Rieke Diah Pitaloka Kini Resmi Cerai dengan Suami

Dulu sempat tersiar kabar, Rieke Diah Pitaloka (Oneng) akan di jadikan menteri dalam kabinet kerja Jokowi. Isu yang berkembang - saat itu - adalah Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Indonesia. Tapi dalam pengmuman kabinet kerja Jokowi, nama "Oneng" tak ada disebutkan. Yang terjadi, Politisi PDIP tersebut bukan saja gagal jadi menterinya Jokowi. Resmi bercerai dengan suami membuat Rieke juga gagal membangun mahligai rumah tangganya. Dilansir laman Detik (24/3), kabar mengejutkan datang dari artis sekaligus politikus Rieke Diah Pitaloka. Ia ternyata telah bercerai dengan sang suami, Donny Gahral Adian. Isu keretakan rumah tangga Rieke dan Donny memang sudah lama terdengar, bisa dibilang sejak pertengahan tahun lalu. Kabar tersebut ternyata bukan gosip belaka. Saat ini, keduanya sudah resmi bercerai. Hal itu dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, Suryadi. "Iya, benar (telah cerai)," ucap Suryadi kepada detikHOT lewat pesan singkat,

Alamak! Bentuk Tim Independen, Jokowi Bikin Konflik KPK vs Polri Makin Rumit

Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat tim independen untuk memediasi konflik KPK dan Polri bukan memberikan solusi, tetapi menambah polemik dan masalah menjadi rumit. "Pembentukan tim independen bukanlah solusi tapi akan membuat polemik ini makin kusut dan berliku," tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, kepada wartawan, Selasa (27/1). Menurutnya, terdapat beberapa alasan tim independen tak dibutuhkan. Pertama, belum ada dasar hukum yang jelas pembentukan tim tersebut apakah keppres atau dasar hukum teknis lainnya. "Karena bila tidak dibekali dasar hukum yang jelas, tim tidak akan efektif bekerja menggali fakta dan memanggil para pihak," katanya. Kedua, Presiden seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa selama ini pengelolaan negara menjadi tidak efektif karena terlalu banyak tim yang nomenklaturnya tidak jelas dan justru tumpang tindih dengan lembaga atau institusi yang

Contact

Kritik, saran atau pemasangan iklan bisa dikirim ke email maidany@gmail.com. Tulis di subjek : Kritik, Saran atau Iklan. Terima Kasih Redaksi