Keharusan meminta persetujuan DPR bagi presiden dalam pemilihan Kapolri dan Panglima TNI membuat sejumlah ahli hukum dan lembaga antikorupsi bergerak. Mereka menilai hak prerogatif presiden dalam sistem presidensial dilanggar. Mereka pun mengajukan judicial review UU Polri dan UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yang jadi pemicu gugatan ke MK adalah saat DPR menyetujui kandidat Kapolri Komjen Budi Gunawan yang dinilai sarat tekanan politis.
Para pakar hukum dan pimpinan lembaga antikorupsi yang mengajukan gugatan ke MK ini adalah Prof Denny Indrayana (guru besar hukum tatanegara UGM), Prof Saldi Isra (Pusako Andalas), Zainal Arifin Mochtar (Pukat UGM), dan Ade Irawan mewakili Indonesian Corruption Watch (ICW). Denny didampingi Ade Irawan, Ferry Amsari (Pusako), dan Hifdzil Alim (Pukat) mendatangi kantor MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (26/1/2015) pukil 14.00 WIB.
“Kami menguji UU Polri dan UU TNI terkait persetujuan DPR dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dan Panglima TNI sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat 1-5 UU No 2/2002 tentang Polri dan pasal 13 ayat 2 dan ayat 5-9 UU no 34/2004 tentang TNI. Kami berpandangan persetujuan DPR bertentangan dengan sistem presidensial yang seharusnya pengangkatan pejabat-pejabat itu adalah prerogatif presiden sesuai pasal 4 ayat 1 UUD 1945,” kata Denny.
Menurut Denny, permohonan ini juga bisa menjadi solusi dalam sengkarut pengangkatan Kapolri saat ini. “Jika MK setuju membatalkan, Presiden Jokowi bisa langsung mengangkat kapolri baru tanpa meminta persetujuan DPR,” ujar Denny.
Dalam mengajukan gugatan judicial review ini, Denny dkk membawa sejumlah berkas yang berisi laporan. Dalam laporan itu dijelaskan bahwa terpasungnya hak prerogatif presiden oleh DPR dalam pengangkatan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi di KPK sangat membahayakan upaya serius bangsa ini dalam agenda pemberantasan korupsi.
Menurut Denny dkk, kewenangan DPR tersebut dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, Denny dan para pemohon lainnya berharap dibatalkannya pasal yang diujimaterikan yaitu persetujuan DPR dan prosesnya terkait pengangkatan dan pemberhentian Kapolri serta Panglima TNI. Seharusnya, sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah presidensial sebagaimana ditegaskan Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
"Bahwa seharusnya konsisten dengan sistem presidensial itu, Presiden diberikan hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan personel pemerintahannya tanpa harus mendapatkan persetujuan dari cabang kekuasaan lain," ujar Denny.
"Kalaupun ada pembatasan hak prerogatif presiden hanya dapat dilakukan jika secara tegas diatur dalam UUD 1945 itu sendiri," tambahnya.
Denny dkk berharap MK bisa memprioritaskan permohonan mereka agar cepat diputuskan. [detik]